Kamis, 19 Desember 2013

Memilih Pemimpin dan Menyikapi Manusia Menurut Syari’at



Memilih Pemimpin dan Menyikapi Manusia

Menurut Syari’at

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Pengantar :
Yang harus disadari barsama bahwa nikmat ukhuwah itu akan diraih kaum muslimin manakala interaksi mereka dengan ajaran Islam selalu terjadi. Artinya. kaum muslimin senantiasa berupaya untuk mengaplikasikan nilai-nilai Islam pada semua bidang kehidupan yang digelutinya. Islami dalam ibadah mahdlah, dalam berekonomi, perilaku politik, sosial budaya, dan lain sebagainya. Keterikatan yang kuat dengan ajaran Islam insya Allah akan melahirkan keterikatan yang kuat pula dengan sesama muslim. Komitmen yang kuat kepada ajaran Islam akan melahirkan komitmen menghormati dan menyayangi sesama muslim, sesuai ajaran Islam. sebagaimana Allah SWT berfirman dalam ayat-ayat Al-qur’an sebagai berikut :


Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran  : 104).
Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 51-54:


Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.(Q.S. Al-Maidah : 51)

SEBAB TURUNNYA AYAT: Ibnu Ishak, Ibnu Jarir, Ibnu Abu Hatim dan Imam Baihaqi mengetengahkan sebuah hadis dari Ubadah bin Shamit yang bercerita, "Tatkala aku memerangi Bani Qainuqa tiba-tiba Abdullah bin Ubay bin Salul cenderung memihak mereka dan berdiri pada pihak mereka." Setelah itu Ubadah bin Shamit menuju kepada Rasulullah saw. untuk menyatakan penyucian dirinya kepada Allah dan Rasul-Nya dari fakta yang telah dibuatnya bersama orang-orang Bani Qainuqa. Ia adalah salah satu di antara orang-orang Bani Auf bin Khazraj. Ia telah mengadakan fakta bersama mereka, sama dengan apa yang dilakukan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul terhadap mereka (orang-orang Bani Qainuqa). Akhirnya Abdullah bin Ubay mengajak mereka untuk mengadakan perjanjian fakta dengan orang-orang kafir dan tidak memihak mereka. Selanjutnya Ibnu Ishak mengatakan, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa Ubadah bin Shamit dan Abdullah bin Ubay, yaitu firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai wali(mu)..." (Q.S. Al-Maidah 51).
  


Artinya : Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. .(Q.S. Al-Maidah : 52)



Artinya : Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan: "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?" Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. .(Q.S. Al-Maidah : 53)
  


Artinya : Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.   (Q.S. Al-Maidah : 54)

Memilih Pemimpin
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا
Ya ayyuha allazina amanu,
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman,… Ini adalah seruan Allah khusus untuk mereka yang beriman,
 لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
la tattakhizu al-Yahuda wa an-Nashara auliya-a, ba’dhuhum auliya-u ba’dhin.
Artinya : …janganlah sekali-kali kamu mengangkat orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin kamu.
Apa hikmah di balik pelarangan itu? Sebelumnya kita harus ketahui bahwa kaum Yahudi dan Nasrani tidak pernah senang dengan keberadaan kita umat Islam dan agama yang kita anut. Mereka baru senang jika kita memeluk dan mengikuti ajaran mereka. Kalau mereka diangkat menjadi pemimpin umat Islam, itu berarti mereka diberikan peluang untuk melaksanakan misi-misi mereka, yaitu menghancurkan akidah umat Islam dan menjadikan kita penganut-penganut agama mereka.
Allah telah memberikan warning kepada kita dalam surat al-Baqarah, yaitu walan tardha ‘anka al-Yahudu wala an-Nashara hatta tattabi’a milltahum….Mereka orang-orang Yahudi tidak akan pernah ridha dan senang kepadamu sampai kamu mengikuti agama, sistem nilai, dan pola berpikir mereka. Ini cukup menjadi peringatan bagi kita agar lebih selektif dalam memilih pemimpin. Jangan sampai kita memberi peluang untuk mereka yang jelas-jelas memusuhi kita dari dulu.
وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ(51)
Wa man yatawallahum minkum fainnahu minhum.
Kalau di antara kalian (umat Islam) ada yang melantik orang Nasrani dan Yahudi sebagai pemimpin umat Islam, fa innahu minhum… percayalah orang itu temasuk kaum Yahudi dan Nasrani juga. Innallaha la yahdi al- qauma adh-dhalimina… Allah tidak akan memberi hidayah sedikit pun kepada kaum-kaum yang zalim. Kaum yang zalim adalah orang yang mengambil Nasrani dan Yahudi menjadi pemimpin, sedangkan dia sendiri adalah seorang muslim.
Mengangkat Pembantu
Jangankan untuk menjadi pemimpin, untuk menjadi pembantu pun peluang seorang Yahudi dan Nasrahi patut dipertanyakan. Dari ‘Ayyadh diceritakan bahwa Saidina Umar Ra memerintahkan Abu Musa Al Asy’ari (sahabat Nabi) untuk memberikan laporan tentang apa yang telah diambil dan diberikan oleh rakyat. Wakana lahu katib nasrani.. Abi Musa mempunyai seorang sekretaris yang beragama Nasrani. Farafa’a ilaihi… kemudian Abu Musa menyuruh sekretarisnya untuk membacakan isi laporan. Laporan tersebut ternyata sangat detil dan teliti. Umar r.a. yang tidak mengetahui status agama yang dianut oleh sekretaris tersebut menjadi kagum dan berkata, “inna haza lahafidz” ini memang jujur sekali. Kemudian Umar berkata, “Hal anta qori’ lana kitaban fil masjid ja-a min Syam?” Umar menawarkan kepada sektretaris tersebut untuk membacakan di dalam masjid sebuah surat yang baru saja tiba dari Syam (Suriah).
Namun Abu Musa menyela dengan mengatakan bahwa seketretaris tersebut tidak bisa membacakan surat tersebut di Masjid. Lalu Umar bertanya kenapa. Apakah karena ia berjunub sehingga tidak bisa masuk masjid? Faqala la bal nasrani.. “dia tidak berjunub, tetapi dia seorang Nasrani”. Saidina Umar langsung marah dan memukul paha Abi Musa. tsumma qala akhrijuhu, kata saidina Umar, “keluarkan Nasrani itu dari sini!”
Di sini kita pahami bahwa masalah pemilihan sosok pemimpin (dan pembantu – red) adalah masalah sensitif yang perlu kehati-hatian. Jangan sampai kita diatur oleh orang-orang yang telah jelas-jelas perannya bagi umat Islam dilarang oleh Allah SWT.
Sikap Orang Munafik
فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ……..الخ
Fatara allazina fi qulubihim maradhun yusari’una fihim yaquluna nakhsya an tushibana da-irah….dst.
Artinya : Wahai Muhammad, engkau akan melihat sebagian orang yang dalam hatinya ada bibit-bibit kemunafikan dan keraguan bergegas memilih orang-orang Nasrani dan Yahudi sebagai pemimpin mereka serta mencintai mereka dengan sepenuh hati. Mereka mengira bahwa kedua kaum tersebut akan dapat menolong dan menyelamatkan kaum muslimin dari serangan kaum kafir Mekkah dan dengan bantuan mereka Allah akan memberikan kemenangan kepada Rasul dan umatnya sehingga dapat menaklukkan Mekkah. Lalu dengan kemenangan itu, mereka (kaum munafik) berharap akan dapat memegang kendali atas kaum muslimin.
Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini turun sebelum penaklukan kota Mekkah. Beberapa waktu kemudian Mekkah dapat ditaklukkan oleh kaum muslimin berkat pertolongan Allah dan bukan karena bantuan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Kaum munafik akhirnya menyesal karena gagal memegang kendali atas negara, sebaliknya umat Islamlah yang berkuasa.
وَيَقُولُ الَّذِينَ ءَامَنُوا أَهَؤُلَاءِ الَّذِينَ أَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْوَيَقُولُ الَّذِينَ ءَامَنُوا أَهَؤُلَاءِ الَّذِينَ أَقْسَمُوا بِاللَّهِ جَهْدَ أَيْمَانِهِمْ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَأَصْبَحُوا خَاسِرِينَ(53)
Wayaqulullazina amanu aha-ula-illazina aqsamu billahi jahda aimanihim…dst.
Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitab tafsirnya bahwa setelah Allah membuka kedok kaum munafik dan siasat-siasat mereka, kaum muslimin menjadi terheran-heran dan mengatakan, “Inikah orang-orang yang dulunya mengaku bagian dari kita?”
Orang Murtad
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
(Ya ayyuha allazina amanu man yartadda minkum ‘an dinihi fa saufa ya’tiyallahu biqaumin yuhibbuhum wayuhibbuhanu.)
Wahai orang-orang yang beriman, siapa saja di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka Allah akan menggantikan mereka dengan mendatangkan suatu kaum yang dicintai dan diridhai Allah dan mereka pun mencintai-Nya.
Sifat Muslim Sejati
أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ
 (azillatin ‘ala al-mukminina a-’izzatin ‘ala al-kafirina, yujahiduna fisabilillahi wala yakhafuna laumatan la-im.)
Kaum tersebut bersikap lemah lembut terhadap kaum muslimin dan bersikap keras dan tegas terhadap kaum kafir. Inilah sifat-sifat muslim sejati yang pandai memposisikan diri. Mereka adalah saudara dan kawan setia bagi sesama muslim, sebaliknya adalah lawan yang tangguh dan keras terhadap musuh. Mereka berjihad di jalan Allah dan tidak takut dengan apapun yang terjadi, sekalipun mereka menjadi bahan cemoohan dan ejekan orang-orang yang tidak senang dengan tindakan mereka. Ibnu Katsir merincikan jihad yang mereka lakukan, seperti taat kapada Allah, menegakkan keadilan dengan menghukum orang yang bersalah, melawan musuh, mengajak manusia kepada kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran.
ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ(54)
(Zalika fadlum minallahi yu’tihi man yasyak, wallahu wasi’un ‘alim.)
Sikap seperti itu (lembut terhadap muslim dan keras terhadap musuh) merupakan sebuah rahmat dari Allah bagi mereka yang mengamalkannya. Hal ini jangan dibantah lagi. Sesungguhnya ilmu Allah itu Maha luas dan Allah Maha mengerti segala-galanya.



Kesimpulan
Di antara beberapa kesimpulan kajian kita tentang surat Al-Maidah ayat 52-54 adalah:
  • Jangan pernah bermimpi orang-orang yang berbeda akidah dengan Anda akan menjadi pemimpin setia Anda. Di permukaan boleh jadi mulut mereka sangat manis, tetapi hati mereka tidak pernah mencerminkan apa yang mereka sampaikan. Mereka tidak pernah senang pada Anda sampai Anda masuk pada agama mereka. Rahasia isi hati mereka dibongkar oleh Allah supaya Anda tidak terkecoh.
  • Kedekatan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani adalah ciri-ciri kemunafikan. Orang munafik juga harus diwaspadai, jangan sampai menjadi pemimpin bagi kaum muslimin. Strategi mereka adalah menghancurkan Islam dari dalam.
  • Orang-orang yang murtad dari agama Islam tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah lebih senang kepada orang beriman yang Allah cinta kepada mereka dan mereka pun cinta kepada Allah. Jadi, cinta Allah (mencintai ajaran-Nya, rasul-Nya dan agama-Nya) adalah salah satu ciri orang yang jauh dari kemurtadan.
  • Sikap lembut kepada saudara seiman dan seagama harus dipupuk di antara kaum muslimin. Jauhilah pertentangan di kalangan umat. Permasalahan kecil jangan dibesar-besarkan tapi disikapi dengan arif dan penuh kelembutan.
  • Terhadap orang-orang kafir, orang-orang munafik, atheis, atau mereka yang membenci Islam, sikap umat Islam sudah jelas sebagaimana dituntun dalam Al-Quran. Tetapi bersikap keras tidak berarti kasar atau memusuhi. Hanya kalau Islam dimusuhi dan dipojokkan, barulah Islam bersikap keras dan tegas terhadap mereka. Tetapi sejauh tidak ada tanda-tanda permusuhan dari mereka, Islam tidak keluar untuk menggangu siapa pun.
  • Kalau diperhatikan, kalimat “Ya ayyuha allazina amanu” (wahai orang-orang yang beriman) sering digunakan dalam Al-Quran, lalu diikuti dengan bermacam-macam seruan kepada kebaikan (jihad). Ini mengindikasikan pentingnya keimanan dalam kehidupan umat manusia. Hidup tidak akan berarti tanpa adanya iman dan jihad. Jihad seorang mukmin adalah mengajak, mengarahkan, menuntun manusia kepada kebaikan dan mencegah, membela, menghindarkan mereka dari kemungkaran.
Dengan demikian, maka sebelum ajal datang menjemput kita, kembalilah dan bertobatlah  wahai anak adam (manusia) kejalan yang benar, jalan yang diridloi oleh Allah Subhanahu Wata’allah, agar kalian menjadi orang-orang yang beruntung.
Allah Subhanahu Wata’allah, berfirman :


Artinya : Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). (Q.S. Az-Zumar : 54)

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ




Tidak ada komentar:

Posting Komentar