Selasa, 28 Januari 2014

BUYUT PRINGGOKUSUMO

BUYUT PRINGGOKUSUMO Banyuwangi dalam catatan sejarah lebih dikenal dengan nama Blambangan/ Belambangan. Dia menyimpan banyak mistis. Baik tentang sejarah, babad, maupun cerita-cerita yang dari mulut ke mulut terus berkembang bahkan menarik untuk dikaji dan diteliti baik dari sisi sejarah, budaya, maupun sosialnya. Blambangan dibalik keindahan dan kesuburannya ternyata memiliki banyak sekali situs-situs purbakala yang seakan terabaikan dari perhatian masyarakat Banyuwangi sendiri. Ada beberapa situs purbakala yang mungkin kurang mendapat perhatian dari Pemkab Banyuwangi salah satunya adalah istana macan putih. Inilah jejak kerajaan Hindu terakhir di Jawa, Blambangan. Terletak sekitar 12 km barat daya Banyuwangi kota, kejayaan Blambangan pada XIII hingga abad XVIII nyaris luput dari sejarah nasional. Sepanjang mengenyam pendidikan sekolah tak dijumpai pembahasan khusus kerajaan Blambangan dalam buku mata pelajaran sejarah. Yang ada adalah Majapahit dan kawan-kawan yang selalu diulang-ulang dari jilid IV SD sampai menjelang khatam SMA. Bahkan murid sampai hafal apa yang dilakukan raja-raja itu ketika berburu di hutan, refreshing, dan melamun.(sambil geleng-geleng kepala). Kerajaan Blambangan malah populer sebagai legenda dan mitos. Damarwulan dan Minakjinggo hanyalah sebagai “cerita rakyat“ yang agak terkenal. Bangunan bersejarah banyak yang mulai sulit diselamatkan. Seperti situs dan beberapa peninggalan bekas candi. Hampir seluruhnya tidak terawat dengan baik, termasuk peninggalan Kerajaan Macan Putih, di desa Macan Putih, kecamatan Kabat, dimana dulu dijadikan sebagai pusat Kerajaan Blambangan. Kini, sulit mencari sisa-sisa kerajaan Blambangan di masa Prabu Tawang Alun itu*kasihan*. Masyarakat sekitar banyak yang menjarah puing-puing kekayaan bekas situs Macan Putih. Mereka juga menumbuk batu bata menjadi pengganti semen yang kemudian dijual dengan harga IDR 100 ribu per biji batu bata itu. Jumlah bangunan bersejarah di Banyuwangi diperkirakan mencapai seratus lebih. Bentuknya berupa peninggalan sejak jaman prasejarah hingga jaman kolonial, seperti Belanda, Inggris dan Jepang. Rata-rata kondisi bangunan tersebut mulai memprihatinkan. Seperti keberadaan Kampung Inggrisan (bangunan peninggalan kolonial Inggris) yang kondisinya kurang begitu terawat. Melihat kondisi di lapangan dimana banyak situs yang kurang mendapat perhatian dari pihak-pihak terkait sudah selayaknya pemerintah lebih serius menangani warisan sejarah maupun budaya bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Tulisan ini saya awali dari peninggalan sejarah Banyuwangi, antara lain: - Makam para Bupati Banyuwangi Tepat sebelah barat masjid Baiturrohman adalah makam-makam bupati Banyuwangi antara lain: - Wiroguno II (1782-1818), - Suronegoro (1818-1832), - Wiryodono Adiningrat (1832-1867), - Pringgokusumo (1867-1881), - Astro Kusumo (1881-1889). Sedangkan Bupati pertama Banyuwangi Mas Alit (1773-1781) gugur dan dimakamkan di Sedayu, Gresik. Hanya bajunya saja yang dikebumikan di taman pemakaman tersebut. Makam ini sering dipakai masyarakat untuk nyekar menjelang Ramadhan. Penampakan berbaju kuning oranye pada foto diatas tadi bukan makhluk halus, melainkan sang ’mbaurekso’ alias juru kunci. Walau sudah tua, napasnya bebas asam urat, raut mukanya anti rematik. Namanya mbah Syukur *dari yakinku teguh, hati ikhlasku penuh…*. Dia meneruskan tradisi turun temurun keluarganya yaitu menjadi juru kunci makam para Bupati Banyuwangi. Bagaimana bisa? Apakah dia punya indra keenam? Wallahu a’lam. Yang jelas kalau ditanya apakah dia pernah lihat penampakan di makam ini, maka dia akan menjawab, “sering sekali, Bos!”. Terutama penampakan di makam ‘’Kanjeng Raden Tumenggung Pringgokusumo’’ setinggi kurang lebih 2 meter. Pringgokusumo biasanya memberikan wejangan-wejangan hidup yang dititipkan kepada mbah Syukur. Saat tampak, beliau seringkali mengenakan pakaian ala ulama’ Banyuwangen lengkap dengan atribut udeng seyeg dan jubah panjangnya. Tak ketinggalan pula turunggo(kendaraan) kuda putihnya selalu eksis menemani kemanapun dia pergi, yaaah… kadang plesir ke Jogja, kadang refreshing ke Solo, dan sering kali bolak-balik Bali-Banyuwangi. Seringkali Pringgokusumo beserta raden-raden lain dari tlatah Mataraman kumpul rapat untuk silaturrahmi di pendopo kabupaten Banyuwangi sekaligus membahas perkembangan masing-masing daerah dan korwil. Semacam rakernas gitu. Pada musim Pemilu menjelang pemilihan kepala daerah Banyuwangi, makam ini menjadi ramai di kunjungi oleh para calon Bupati yang bersaing maupun para tim suksenya istilah lainnya “nuwun sewu”. Seperti beberapa bupati Anas, Purnomo Sidik, Samsul Hadi, Bu Ratna, dan sebagainya juga pernah menjamah makam ini. Denger-denger sih, kalau tidak menyambangi makam ini, kekuasaan akan runtuh karena pendiri pendopo Banyuwangi adalah almarhum itu (wajib di percaya karena ada catatan bukti sejarah pendiriannya). Dari sekian makam tersebut, yang paling sering dikunjungi adalah makam Pringgokusumo karena beliau paling disegani diantara yang lain terutama oleh warga Bali, Madura, Kahuripan, Jawa Mataraman dan sudah tentu dengan rakyat Banyuwangi. Untuk masuk ke makam ini, kita dapat melewati gang kecil tepat di sebelah utara masjid Jami’ Agung Baiturrohman barat alun-alun/ taman SriTanjung. Bisa juga lewat Jl. Losari, jembatan sebelah barat masjid, setelah pertigaan. Tetapi walaupun mbah Syukur adalah sang ’mbaurekso’ alias juru kuncinya makam-makam bupati Banyuwangi, tetapi mbah Syukur memilih dan memilah pengunjung, tidak sembarang orang di perbolehkan memasuki taman pemakan dedengkot bupati-bupati tersebut. Karena menurut mabah syukur, kalau salah memasukkan orang maka buyut Pringgokusumo bisa marah padanya melalui mimpi. Pernah suatu ketika ada tamu yang gak jelas asal-usulnya minta masuk ke area pemakaman, saat itu mbah Syukur mempersilhkannya, usut punya usut tamu itu memiliki niatan tidak baik pada makam-makam bupati Banyuwangi, dia mengencingi salah satu makam bupati Banyuwangi tanpa sepengetahuan mbah Syukur. Al-hasil saat itu juga sang tamu langsung pingsan tak sadarkan diri begitu lama. Dan pada malam harinya, di dalam mimpi mbah Syukur dia didatangi sosok buyut Pringgokusumo dengan marah-marah dan membanting mbah Syukur ke lantai dengan keras, di dalam mimpinya mbah Syukur menangis tersedu-sedu menahan rasa sakitnya. Keesokan hari ketika terbangun, mbah Syukur terhentak kaget, karena di punggungnya ada tanda biru memar sama persis dengan posisi bantingan buyut Pringgokusumo pada mimpinya, dan sudah tentu rasa sakitnya juga sama. Dari kejadian itu, saat ini mbah Syukur tidak berani sembarangan menerima tamu. Kali ini mbah Syukur selalu bertanya kepada sang tamu seperti; “Ada keperluan apa? Asal anda dari mana? Mungkin ada garis darah dengan bupati-bupati Banyuwangi yang di makamkan di situ?”. Kalau jawabannya aman-aman saja maka mbah Syukur langsung mempersilahkan pengunjung itu masuk ke area pemakan. Tetapi jangan salah, ada cara yang lebih memudahkan lagi, yaitu apabila kita berpikir nanti sampai disana kita tidak di perbolehkan masuk, padahal niatan kita baik ingin ziarah makam dan mendoakan arwah-arwah para leluhur Banyuwangi itu. Tidak perlu pusing-pusing. Sebelum kita menuju makam, maka alangkah lebih baikknya disarankan untuk mampir sebentar ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banyuwangi. Disana kita bukan meminta izin secara procedural/ protokoler kepada wakil rakyat. Melainkan disana kita mencari seorang nama yaitu Bapak H.M. Joni Subagio., SH., MH. Tidak lain dan tidak bukan beliau adalah keturunan trah (asli) dari buyut Pringgokusumo. Untuk mencarinya sangatlah mudah, seperti buyutnya yang berperawakan tinggi besar. Maka bapak H.M. Joni Subagio juga memiliki postur tubuh yang tinggi besar, berkulit putih, dan memiliki suara yang lantang. Perlu diketahui beliau adalah wakil ketua DPRD Kabupaten Banyuwangi. Setelah bertemu dengan beliau, utarakan apa maksud dan tujuan anda, setelah bapak H.M. Joni Subagio mengerti. Maka beliau langsung mengontak mbah Syukur, melalui rekomendasi tersebut kemudian dengan mudahnya anda tinggal nyelonong aja deh kedalam area pemakaman bupati-bupati Banyuwangi. Free past.   AL-KISAH Kanjeng Raden Mas Tumenggung Pringgokusumo Hadiningrat Macan Putih bupati Banyuwangi ke lima ini memerintah banyuwangi pada tahun 1867 hingga 1881, beliau adalah bupati yang memiliki perawakan tinggi besar, tingginya tidak kurang dari 2 meter. Memiliki suara yang lantang, dan seorang bupati yang sholeh. Setiap malamnya beliau selalu bertafakkur di kediamannya hingga menjelang fajar menyingsing, bupati ahli dzikir ini selalu menyebut-nyebut asma Allah SWT. Terbukti pada masa kepemimipinan beliau memerintah Banyuwangi. Kota yang kini dijuluki kota gandrung, dulu terasa aman, tentram, gemah ripah lohjinawi. Pringgokusumo dicintai seluruh masyarakatnya, disegani musuh-musuhnya dan di cintai kawan-kawannya. Di dalam mengatur pemerintahan beliau adalah seorang bupati yang tegas dalam mengambil keputusan dan tindakan. Tidak ada satupun pegawai negeri sipil (ambtenaar) yang sembarangan mengerjakan tugas-tugasnya, mereka semua bekerja dengan baik dengan penuh tanggung jawab. Di luar sistem pemerintahan beliau adalah bupati yang andap asor(rendah hati) sehingga rakyat Banyuwangi mencintai beliau dengan sepenuh hati, terbukti sampai saat ini makam beliau di barat masjid jami’ Baiturrohman Banyuwangi masih ramai di kunjungi para peziarah, walaupun sudah tertembok waktu dari generasi ke generasi. Wujud dari jasa-jasa beliau diantaranya adalah pendopo pemerintahan Kabupaten Banyuwangi, taman sritanjung, masjid agung baiturrohman dan taman blambangan yang terletak jantung kota Banyuwangi. Selain sebagai bupati yang sholeh, bahkan sebagian masyarakat Banyuwangi menyebut Kanjeng Raden Tumenggung Pringgokusumo sebagai seorang Kyai(orang yang dianggap mumpuni dalam segala bidang). Pringgokusumo adalah seorang yang teguh melestarikan warisan leluhur dan budaya bangsa. Setelah melaksanakan kewajiban tugasnya sebagai bupati, sepulang dari kantor beliau selalu menyempatkan dirinya untuk mengunjungi makam para leluhurnya yang terletak tepat di barat masjid jami’ Baiturrohman Banyuwangi tersebut, seperti; Wiroguno II, Suronegoro, Wiryodono Adiningrat. Sebulan sekali beliau juga istiqomah mengunjungi tempat-tempat pesarean(peristirahatan terakhir) para leluhurnya seperti di kedhaton kedhawung(kebon agung), kedhaton bayu kahyangan(rowo bayu), dan macan putih. Bagi beliau, tanpa adanya para leluhur maka beliau tidak dapat menjalankan roda pemerintahan Banyuwangi dengan baik. Dalam istilah orang jawa lebih dikenal dengan sebutan sungkeman(meminta izin) dan restu kepada pemimpin-peminpin sebelumnya. Di dalam lingkungan keluarga beliau adalah sosok imam yang menjadi suri tauladan bagi istri dan anak-anaknya. Seorang suami yang sangat mencintai istrinya dengan penuh kelembutan dan keromantisan, seorang bapak yang mendidik anak-anaknya dengan penuh ketegasan dan siraman rohani yang menenangkan. Ketika ada suatu hal yang dianggap melenceng di istana rumah tangganya maka beliau tak segan-segan menegur istri atau anak-anaknya semata-mata demi mewujudkan biduk rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah. Beliau memiliki seekor kuda jantan berwarna putih bersih yang memiliki perawakan tinggi, berotot kuat dan gagah dalam berjalan. Kuda ini yang sering di tunggangi pringgokusumo dalam melakukan layatan atau kunjungan kerja ke daerah-daerah atau luar pulau. Masyarakat Banyuwangi meyakini pringgokusumo memiliki kekuatan supranatural dan kesaktian yang tak tertandingi pada masanya. Beliau diikuti arwah para leluhurnya dalam memipin kabupaten Banyuwangi tercinta ini. Selain ketekunannya dalam beribadah, pringgokusumo tidak pernah lepas dari ritual-ritual sunnah dalam beribadah pada Allah SWT. Seperti melakukan sholat sunnah dhuha sebelum berangkat kerja, sholat shunnah ba’diah qobliah, sholat sunnah istikhoroh sebelum mengambil keputusan, sholat tahajud. Bersedekah tiap pagi pada mustahiq yang dijumpainya di pasar banyuwangi, mengulang ngaji pada generasi muda di bale rumahnya setip sore, tadabbur setiap malam, sering mengundang dan bercengkrama dengan para alim ulama’ pada masanya seperti; Mas Sholeh(makamnya di manggisan), Kyai Irsyad, Kyai Tohir, berpuasa senin kamis, bersholawat ketika sedang berdiam diri dan masih banyak sekali amalan-amalan yang beliau jalani. Mungkin dari situlah kesaktian beliau muncul. Karena memang benar adanya, ketika ada seorang manusia yang istiqomah mendekatkan diri pada Illahi maka mata hatinya akan terbuka (ru’yatusshodiqoh), dan barang siapa yang telah terbuka mata hatinya maka apapun yang di mintanya pasti akan di kabulkan oleh sang Maha Pencipta. Itulah sosok pemipin, bupati, imam, dan bapak bagi seluruh rakyat Banyuwangi pada masa itu yang sangat di kompleks dimiliki oleh satu nama besar yakni Kanjeng Raden Mas Tumenggung Pringgokusumo Hadiningrat Macan Putih. Akankah hadir kembali sosok itu pada masa kini? Wallahu a’lam. TAMAT Banyuwangi, 30 Maret 2013 Hormat Penulis DZULFIKAR REZKY

11 komentar:

  1. Mas.punya gak silsilah anakturun nya raden pringgokusumo?

    BalasHapus
  2. Mas punya fotonya eyang pringgokusumo

    BalasHapus
  3. Klu boleh tahu siapa nama putra/Putri eyang pringgokusumo?

    BalasHapus
  4. Alhamdulilah keturunan(anak cucu)eyang pringgo masih ada smua di banyuwangi khususnya kec,songgon desa balak,99persen salah satunya(Rmb.imam murdani/mas imam,cucu R.
    Sugiono/mbah nok(almarhum) salah satu tokoh sesepuh pemerintahan desa balak.silsilah masih ada lengkap.

    BalasHapus
  5. Pringgokusumo sama mbah mas Saleh Manggisan apa hubungannya ? saya masih keturunan mbah Mas Saleh

    BalasHapus
  6. Saya punya silsilahnya.. wa.081281856321

    BalasHapus
  7. Mohon info silsilah buyut Pringgo Kusumo...tlg wa ke 082130725758 jika ada yg punya silsilah pengawalnya juga seperti buyut mas Sholeh manggisan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan pengawal nya🤦🏻‍♂️,, wong ampuh iku mas canggah ku

      Hapus