Selasa, 28 Januari 2014
KEBANGKITAN PESANTREN KEBANGKITAN INDONESIA
KEBANGKITAN PESANTREN
KEBANGKITAN INDONESIA
Oleh : Dzulfikar Rezky. SH
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang sangat kental dengan warna dan kearifan lokal, pesantren-pesantren yang bertaburan di seluruh pelosok negeri ini tidak pernah luput dari tradisi masyarakat yang menjadi basisi sosialnya. Pesantren memiliki peran yang cukup signifikan dalam memelihara, menjaga, mengembangkan jiwa nasionalisme dan patriotism, serta mengarahkannya dalam wujud perjuangan kemerdekaan. Penulis tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada negeri Indonesia tercinta ini apabila semua lembaga pendidikan mengikuti pola modern barat. Bisa di pastikan jiwa nasionalisme dan patriotism akan sangat sulit di bangun dan luntur tergerus sapuan ombak dari negeri barat. Pesantren wajib hukumnya untuk di pertahankan dan di kembangkan eksistensinya di negeri ini. Mengutip dari tausiyah KH. Hasyim Muzadi bahwa pesantren adalah sebagai “konservatorium jiwa nasionalisme dan patriotisme”.
Sejak kelahirannya, pesantren telah berfungsi sebagai lembaga dakwah pendidikan islam, wadah perjuangan islam, dan pusat pelayanan masyarakat. Sampai sekarang fungsi itu masih tampak nyata dan menjadi ciri khasnya. Ada 3 hal utama yang menjadi misi pesantren, yakni pendidikan, perjuangan dan pelayanan. Bukan sesuatu yang aneh apabila hampir semua upaya dan perjuangan untuk memajukan dan mengembangkan islam bermarkas di pesantren, di bawah kepemimpinan para kyai/ ulama yang menjadi pengasuhnya.
Kyai pesantren adalah sosok yang memiliki beragam peran, dari peran sebagai pengelola, pengawas, pengendali, hingga peran sebagi pembimbing utama jalannya kemajuan dan pengembangan pesantren. Kyai yang juga ulama pesantren tampil secara mandiri dalam mengelola basis sosialnya(Keluarga Kyai, ustadz wa ustadzah, para santri dan masyarakat sekitar pesantren). Pada umumnya pesantren di bangun dan dibesarkan oleh masyarakat sejak awal kelahirannya, pesantren berwatak mandiri;dalam menentukan program, mandiri dalam mengelola diri dan mandiri dalam mengembangkan diri. Mandiri dalam era globalisasi saat ini menurut penulis adalah “suatu tindakan yang berdiri diatas prinsip kebaikan dengan cara mengajak sebanyak mungkin manusia untuk bersatu berjalan beriringan di bawah panji prinsip kebaikan tersebut demi tercapainya cita-cita yang mulia”.
Karena sikap mandiri itulah pesantren sebagai lembaga pendidikan asli Indonesia mampu bertahan selama berabad-abad. Tali pengikat antara Kyai dan masyarakat tersimpul kuat serta mengakar tunjang dalam sejarah besar kemajuan bangsa Indonesia.
Dunia pesantren bukan hanya mandiri, tetapi juga sangat unik. Kyai dan santri memiliki hubungan bathin yang sangat kuat. Kyai dan santri satu hati dan satu misi. Seorang santri, meskipun telah berhasil menjadi ulama besar, tidak pernah melupakan jasa kyai yang pernah menjadi gurunya. Rasa hormatnya tidak pernah luntur. Para mantan guru selalu mendapat tempat terhormat dalam relung hatinya. Para santri baik yang masih ada di dalam pesantren ataupun yang sudah lulus dan kembali pulang ke kampong halamannya masing-masing dan menyandang berbagai profesi(penagsuh pesantren, guru,pegawai negeri,petani,pengusaha,politisi,dan lain sebagainya) tetap kokoh dengan keluarga pesantren dan kyai yang membesarkannya.
Pesantren kini bukan hanya sebagai lembaga pendidikan yang bertugas untuk mencetak para kader ulama nusantara, melainkan juga menjadi lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan sumber daya insani yang berkualitas tinggi dan memiliki daya saing yang bergengsi di mata dunia. Pesantren kini di tuntut untuk mengembangkan pola pendidikan terhadap para santrinya dengan mengajarkan seluruh keterampilan hidup yang bermanfaat bagi kehidupan dan perjuangan masa depan santrinya. Tekhnologi tinggi sudah wajib tentunya saat ini di jamah oleh tangan para staf pengajar dan santri di dalam pesantrennya. Tidak dapat di katakan bahwa pesantren itu baik apabila hanya berkutat dalam masalah-masalah furu’iyah dan kegamaan yang kental akan ke mutlakan dalam beribadah. Namun pesantren yang baik dan berkualitas kini harus memiliki wajah kekasih Allah dengan Live Skill yang di cintai oleh seluruh mahluk Allah.
Sebagai markas besar perjuanagn, pesantren harus secara istiqomah memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik terkait dengan urusan dunia maupun urusan akhirat. Pesantren yang tidak ingin dan tidak mampu melayani masyarakat maka dapat di pastikan dengan cepat akan di tinggalkan dan di lupakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, sebagai pejuang-pejuang Allah dan penganut ajaran Rasulullah Ahlussunnah wal Jama’ah, pesantren sebagai tempat penggodokan calon ulama dan kader insan al-khamil penerus perjuangan bangsa harus tetap eksis. Pesantren harus menjadi tempat pembinaan akhlak yang tidak pernah berhenti sedetikpun. Penulis optimis, pesantren akan tetap di butuhkan sepanjang jaman, apalagi ketika manusia semakin haus nilai ketenangan yang hakiki.
Profil Penulis
Dzulfikar Rezky, lahir di desa kauman Rogojampi di pinggiran kota Banyuwangi, 22 Juni 1991, putera ke empat dari enam bersaudara, pasangan dari Ayah H. Muhammad Joni Subagio, SH., M.H dan Ibu Hj. Dewi Farida Subagio. Penulis dalam buku terbitan Hasan Singodimayan berjudul Trah Pancer Bre Wirahbumi tahun 2006. Adalah keturunan ke-13 dari Prabu Tawang Alun Raja Kedhaton Macan Putih Banyuwangi. Menempuh pendidikan formal dan non formal mulai dari TK Muslimat Khadijah dua tahun, MI Islamiyah Rogojampi enam tahun, PP. Bustanul Makmur dua tahun, PP. Darun Najah Banyuwangi selama tiga tahun, kemudian melanjutkan pendidikan SMAnya di SMA Negeri 1 Giri Banyuwangi.
Sembari mondok di PP. Al-Anwari. Selanjutnya penulis melanjutkan studinya ke jenjang strata satu Fakultas Hukum di Universitas Islam Malang.
Selama berada di dunia pendidikan, penulis banyak ‘menghibahkan’ waktunya untuk berorganisasi. Beberapa organisasi yang pernah di geluti oleh penulis ialah : Menjabat sebagai Ketua Umum Organisasi Daerah Mahasiswa Banyuwangi-Malang (LAROSMA RAYA)2009-2010, Ketua Komisariat Pengurus Harian Keluarga Silat Perisai Diri UNISMA 2010-2012, sekretaris rayon PMII Al-Hikam 2010, Wakil Ketua Komisariat PMII UNISMA 2011, Sekretaris Cabang PMII Malang 2012, Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM)Fakultas Hukum UNISMA 2010, Menteri Luar Negeri Dewan Kepresidenan Mahasiswa(LKM)UNISMA2012, Koordinator editing Majalah Mentari UNISMA 2010-2012 dan sekaligus menjadi pendiri organisasi intra kampus Lembaga Kajian Profesi Hukum (LKPH)UNISMA menjabat sebagai Sekretaris Jendral 2012.
Kecintaannya terhadap organisasi juga penulis imbangi dengan prestasi akademik dan non akademik. Selama menjadi mahasiswa, penulis selalu meraih nilai sepuluh besar terbaik di angkatannya, terbukti penulis pernah menghadiahi UNISMA dengan beberapa trhopy diantara; di tahun 2010 penulis menjadi juara III pencak silat IPSI se-Jawa Timur, di tahun yang sama meraih juara I kelas D putera cabang olah raga pencak silat IPSI di Olimpiade Perguruan Tinggi Seluruh Indonesia, tahun 2011 penulis meraih juara II lomba debat hukum tata negara se-Kota Malang dan berhasil lolos hingga menduduki posisi semifinalis pada kompetisi debat Mahkamah Konstitusi(MKRI) 2012 yang di adakan oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta.
Selain giat dalam organisasi dan dunia jurnalistik, di luar itu penulis adalah seseorang yang tunduk ta’at terhadap para ulama’ penulis juga mencintai dunia pesantren dengan aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah.
Motto :
Al Itiqomatu
Khoirun Min
Alf Karomah
Komunikasi dengan penulis ;
HP - 085 258 946 038
Email - rezky9subagio@gmail.com
Blog – dzulfikarrezky.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar