Oleh : Dzulfikar Rezky, SH
Filsafat Sejarah Kebudayaan Islam Nusantara
Filsafat Sejarah Kebudayaan Islam Nusantara
Memang banyak ulama yang telah lahir dan wafat di negeri
ini. di jaman sekarang terdapat ribuan ulama dan santri dari berbagai mazhab
dalam Islam di Nusantara. Tapi ana kira adakah yang punya jasa seperti jasa
Kyai Maja dalam mendampingi P Diponegoro melawan kolonial Belanda? Perang
Diponegoro ini adalah perang kolonial terbesar di dunia dengan musuh yg saat
itu merupakan kekuatan perang darat terkuat di dunia, korban mereka juga
terbesar di antara perang kolonialisme lainnya di dunia, tercatat 8000 orang kulit
putih asli tewas dalam perang tersebut.
Dari babad prang diponegoro ini tak bisa dipungkiri lagi
bahwa kyai Maja adalah adalah seorang penganut ahlulbait, dilihat dari
wasiatnya. memang mazhb sunni juga menghormati Imam Ali, Imam Hasan dan Imam
Husein, akan tetapi peristiwa Karbala tidak pernah menjadi bagian yang cukup
penting dari fragmen sejarah sunni. Akan tetapi ternyata Kyai Maja menyinggung
peristiwa Karbala atau yang diseutu oleh beliau dengan kata Nainawa dalam
wasiatnya tersebut. Juga apabila kita melihat dari namanya: Muhammad Al Jawwad,
walaupun ada yang berkata bahwa beliau katanya bernama Muhammad Khalifah, atau
Iman Abdul Arif, tapi sumber dari babad prang dipanegara yg berasal dari
pujangga kraton surakarta yasadipura II yg beliau lahir pd kisaran perang
tersebut menyatakan bahwa nama beliau adalah Muhammad Al Jawwad. Nama ini
sangat berbau Syiah Imamiyah, Muhammad Al Jawwad adalah nama Imam Mazhab Syiah
yang ke 9.
tidak ada dalam khasanah sunni maupun syiah zaidiyah atau ismailiyah nama "Jawwad" digunakan sebagai nama populer bagi penamaan nama anak-anak mereka
tidak ada dalam khasanah sunni maupun syiah zaidiyah atau ismailiyah nama "Jawwad" digunakan sebagai nama populer bagi penamaan nama anak-anak mereka
Dari Kiri : KH. ALI MASKYUR, DR. KH. HASYIM MUZADI, Prof. DR. KH. SAID AQIL SIRADJ. Saat menghadiri acara halal bihalal di lapangan desa Watukebo-Banyuwangi 2013
Hikayat Karbala dari tanah Melayu
Meski tampak lusuh, kitab itu tetap terawat. Beberapa
bagian yang robek coba ditautkan dengan sejenis perekat. Tiap-tiap lembarnya
menebarkan wangi kapur barus yang menjaganya dari kerusakan. Tersimpan dalam
ruangan bersuhu 16°C, seperti juga kisah di dalamnya, Hikayat Muhammad
Hanafiah, nama kitab itu, memang tak lekang oleh zaman. Tak banyak orang tahu
bahwa hikayat berusia hampir empat ratus tahun ini menyimpan kisah sedih
keluarga
Rasulullah saw: kisah pembunuhan Hasan karena racun dan Husain di padang Karbala. Boleh jadi inilah catatan paling awal dalam bahasa melayu tentang peristiwa berdarah tersebut. Liau Yock Fang dari Jurusan Pengajian Melayu, Universitas Nasional Singapura, mencatat bahwa fragmen (sepanjang 60 halaman) hikayat ini sudah tersimpan di Perpustakaan Universitas Cambridge, sejak tahun 1604. Dalam salah satu bagian naskah yang dimiliki Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), tertulis tahun tahun 1191 H atau bertepatan dengan 1771 M sebagai waktu penyalinan naskah. Menurut Drs. Sanwani, salah seorang pustakawan PNRI, lembaga ini memiliki sembilan naskah Hikayat Muhammad Hanafiah. “Beberapa halaman dari tiga naskah di antaranya telah lapuk dan hampir tidak dapat dibaca,” ungkap Sanwani. Selebihnya naskah dalam kondisi yang baik dan tulisan di dalamnya jelas terbaca. Kesembilan bagian naskah ditulis di atas kertas eropa dengan ukuran naskah rata antara 25 X 20 cm sampai 33 X 21 cm dan banyak baris sekitar 15 sampai 21 baris. “Jumlah halaman bervariasi dari 170-an halaman sampai ada yang berjumlah 600 halaman. Semuanya ditulis dengan tulisan Arab Jawi dan dalam bahasa Melayu,” ujarnya.
Rasulullah saw: kisah pembunuhan Hasan karena racun dan Husain di padang Karbala. Boleh jadi inilah catatan paling awal dalam bahasa melayu tentang peristiwa berdarah tersebut. Liau Yock Fang dari Jurusan Pengajian Melayu, Universitas Nasional Singapura, mencatat bahwa fragmen (sepanjang 60 halaman) hikayat ini sudah tersimpan di Perpustakaan Universitas Cambridge, sejak tahun 1604. Dalam salah satu bagian naskah yang dimiliki Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI), tertulis tahun tahun 1191 H atau bertepatan dengan 1771 M sebagai waktu penyalinan naskah. Menurut Drs. Sanwani, salah seorang pustakawan PNRI, lembaga ini memiliki sembilan naskah Hikayat Muhammad Hanafiah. “Beberapa halaman dari tiga naskah di antaranya telah lapuk dan hampir tidak dapat dibaca,” ungkap Sanwani. Selebihnya naskah dalam kondisi yang baik dan tulisan di dalamnya jelas terbaca. Kesembilan bagian naskah ditulis di atas kertas eropa dengan ukuran naskah rata antara 25 X 20 cm sampai 33 X 21 cm dan banyak baris sekitar 15 sampai 21 baris. “Jumlah halaman bervariasi dari 170-an halaman sampai ada yang berjumlah 600 halaman. Semuanya ditulis dengan tulisan Arab Jawi dan dalam bahasa Melayu,” ujarnya.
Sebagian besar peneliti meyakini Hikayat Muhammad Hanafiah
berasal dari sumber Arab. Tapi, Filolog tenar asal Belanda, Van Ronkel punya
cerita lain. Setelah menyelediki fragmen Cambridge, Ronkel berpendapat bahwa
hikayat ini merupakan terjemahan dari bahasa Persia. Alasannya, pujian yang
melimpah kepada kedua putra Ali, Hasan dan Husain, pemakaian gelar pengembara
untuk Nabi saw yang dalam bahasa Persia adalah Nabi, dan kesesuaian isinya
dengan dua naskah versia Persia yang tersimpan di British Museum. L.F. Brakel
yang pernah menyunting Hikayat Muhammad Hanafiah untuk memperoleh gelar doktor
kesusasteraannya dari Universitas Leiden mengukuhkan pendapat Van Ronkel dengan
beberapa bukti baru. Pertama, bahwa pembagian bab dalam naskah Melayu sama
dengan naskah Persia. Kedua, dalam bahasa Persia, hubungan kekerabatan dalam
bahasa Arab pada nama Muhammad bin Hanafiah, dinyatakan oleh apa yang dinamakan
ezafat:e ‘yang tidak dinyatakan’ sehingga menjadi Muhammad Hanafiah. Karena
mengabaikan ezafat:e tadi, penyalin Melayu telah salah menuliskan nama
tersebut, yakni Muhammad Hanafiah bukan Muhammad bin Hanafiah. Ketiga, banyak
nama orang yang ditulis dalam bentuk Persia, seperti Ummi Kulsum dan Immi
Salamah.
Meskipun demikian, Brakel juga tidak memungkiri kemungkinan hikayat ini merujuk kepada sebuah kitab sejarah dalam bahasa Arab, Maqtal al-Husain, karya Abu Mikhnaf. Karya Abu Mikhnaf ini merupakan catatan paling awal karena sebagian besar sejarahwan Muslim merujuknya ketika menulis tentang pembataian keluarga Nabi saw tersebut.
Meskipun demikian, Brakel juga tidak memungkiri kemungkinan hikayat ini merujuk kepada sebuah kitab sejarah dalam bahasa Arab, Maqtal al-Husain, karya Abu Mikhnaf. Karya Abu Mikhnaf ini merupakan catatan paling awal karena sebagian besar sejarahwan Muslim merujuknya ketika menulis tentang pembataian keluarga Nabi saw tersebut.
Tiap-tiap naskah Hikayat Muhammad Hanafiah, seperti
dituturkan Sanwani, berkisah tentang hal yang berbeda meskipun masih berikisar
seputar terbunuhnya kedua cucu kesayangan Rasulullah tersebut. Naskah pertama
paling banyak mengisahkan tentang gugurnya anak-anak Ali, Hasan dan Husain di
Karbala pada masa kekuasaan Yazid. Meskipun jelas, beberapa bagian tampak sudah
lapuk dan robek. Isi naskah pertama ini, seperti dikatakan Sanwani, sudah
pernah dikerjakan oleh seorang peneliti Belanda, Prof. Pijnappel pada tahun
1870. “Sayangnya kita tidak memiliki hasil penelitian itu,” lanjut pustakawan
lulusan IKIP Jakarta ini.
Naskah kedua mengawali cerita dengan kisah nabi-nabi lama, mistik nur Muhammad, kisah Fatimah dari Siria, masa muda Nabi Muhammad, perkawinan Nabi saw, hingga zaman Khalifah Ali. Naskah ketiga mengisahkan persahabatan Muhammad bin Hanafiah dengan beberapa orang. Ia mendapat luka dalam perang tetapi dengan keajaiban lukanya sembuh. Yazid dapat mengalahkan musuh-musuhnya lalu kemenakannya ditunjuk menjadi raja Damaskus dan kawin dengan cucu Abu Bakar. Akhirnya Muhammad Hanafiah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya seorang diri.
Naskah kedua mengawali cerita dengan kisah nabi-nabi lama, mistik nur Muhammad, kisah Fatimah dari Siria, masa muda Nabi Muhammad, perkawinan Nabi saw, hingga zaman Khalifah Ali. Naskah ketiga mengisahkan persahabatan Muhammad bin Hanafiah dengan beberapa orang. Ia mendapat luka dalam perang tetapi dengan keajaiban lukanya sembuh. Yazid dapat mengalahkan musuh-musuhnya lalu kemenakannya ditunjuk menjadi raja Damaskus dan kawin dengan cucu Abu Bakar. Akhirnya Muhammad Hanafiah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya seorang diri.
Berbeda dengan naskah-naskah yang lain, naskah keempat
Hikayat Muhammad Hanafiah yang dimiliki PNRI memiliki cerita yang sangat
berbelit-belit. Selain itu, bahasanya pun sukar dipahami. Naskah kelima
merupakan bagian terpanjang, yakni mencapai 600 halaman. Tebalnya naskah ini,
salah satunya, disebabkan oleh hurufnya yang sangat besar. Satu hal lagi,
selain naskah keenam, yang kelima ini merupakan bagian yang memuat waktu
penyalinan dengan lengkap, yaitu 11 Rabi’ul Awwal 1288 H.
Naskah yang keenam yang bertanggal 6 Sya’ban 1281 H ini
memuat kisah kematian Yazid pada bab III, tetapi di dalamnya, tidak diceritakan
kemenangan Muhammad bin Hanafiah yang banyak dibicarakan dalam naskah-naskah
lain. Naskah ketujuh merupakan sebuah eksemplar yang baik meski sebagian rusak.
Naskah ini mengisahkan tentang perikehidupan Nabi saw secara panjang lebar.
Naskah kedelapan dimulai dengan uraian tentang kewajiban-kewajiban bagi para pengikut Nabi saw, sementara kelahiran Hasan dan Husain baru terdapat pada halaman 88. Naskah terakhir memuat cerita peperangan antara Ali dengan Muawiyah, pembunuhan Hasan dengan racun dan Husain di padang Karbala oleh Yazid. Kemudian dilanjutkan dengan pembalasan dari Muhammad bin Hanafiah kepada Yazid. Yazid dapat dikalahkan tetapi Muhammad bin Hanafiah malang juga nasibnya. Ia mati bersama musuh-musuhnya dalam sebuah gua.
Dengan kandungan yang sarat nilai, naskah-naskah Hikayat Muhammad Hanafiah jelas sangat berharga untuk diteliti. Tetapi penelitian filologi yang menuntut keahlian interdisiplin tampaknya kurang diminati para peneliti dan mahasiswa kita. “Justru peneliti asing yang banyak meneliti-meneliti naskah-naskah kita,” ungkap Sanwani. Ibarat peribahasa “kacang lupa akan kulitnya”, kita kerap memandang sebelah mata terhadap warisan budaya nenek moyang. [irman abdurrahman]
Naskah kedelapan dimulai dengan uraian tentang kewajiban-kewajiban bagi para pengikut Nabi saw, sementara kelahiran Hasan dan Husain baru terdapat pada halaman 88. Naskah terakhir memuat cerita peperangan antara Ali dengan Muawiyah, pembunuhan Hasan dengan racun dan Husain di padang Karbala oleh Yazid. Kemudian dilanjutkan dengan pembalasan dari Muhammad bin Hanafiah kepada Yazid. Yazid dapat dikalahkan tetapi Muhammad bin Hanafiah malang juga nasibnya. Ia mati bersama musuh-musuhnya dalam sebuah gua.
Dengan kandungan yang sarat nilai, naskah-naskah Hikayat Muhammad Hanafiah jelas sangat berharga untuk diteliti. Tetapi penelitian filologi yang menuntut keahlian interdisiplin tampaknya kurang diminati para peneliti dan mahasiswa kita. “Justru peneliti asing yang banyak meneliti-meneliti naskah-naskah kita,” ungkap Sanwani. Ibarat peribahasa “kacang lupa akan kulitnya”, kita kerap memandang sebelah mata terhadap warisan budaya nenek moyang. [irman abdurrahman]
Dan Muawiyah pun Menolak Beristri
Dari banyak kisah yang dituturkan dalam Hikayat Muhammad
Hanafiah, peristiwa Karbala, termasuk cerita yang mengawali dan mengikutinya,
paling banyak menyita halaman dari hikayat ini.
Bagian kedua ini biasa disebut dengan Hikayat Maktal
Husain. Berikut petikannya yang sengaja ditransliterasi sesuai ragam bahasa
aslinya. Tatkala Husain masih muda, ada malaikat yang kedua sayapnya tertunu,
turun ke dunia. Husain menyapu bahu malaikat itu dengan tangannya. Dengan
takdir Allah, sayap malaikat itu pun baik lalu ia kembali ke udara. Jibrail
berkata bahwa malaikat itu tidak akan turun ke bumi melainkan pada waktu Husain
dibunuh oleh segala munafik. Adapun semasa Hasan dan Husain masih kecil itu,
Jibrail selalu turun ke dunia bermain-main dengan mereka. Sekali peristiwa,
sehari sebelum hari raya, Jibrail membawa pakaian untuk Hasan dan Husain. Hasan
memilih pakaian hijau dan diramalkan akan mati kena racun; Husain memilih
pakaian merah dan diramalkan mati terbunuh di Padang Karbala. Muawiyah
mendengar bahwa dari keturunannya akan lahir pembunuh cucu Muhammad dan
bersumpah tidak mau beristeri. Pada suatu malam, ia pergi buang air dan
beristinjak dengan batu. Zakarnya disengat oleh kala. Ia tidak terderita
sakitnya. Menurut tabib, sakitnya hanya akan hilang jika ia berkawin. Maka
berkawinlah ia dengan seorang perempuan tua yang tidak boleh beranak lagi.
Dengan takdir Allah, perempuan tua itu melahirkan seorang anak yang diberi nama
Yazid.
Setelah Ali wafat, Muawiyah menjadi raja. Sekali
peristiwa, Muawiyah mengirim seorang utusan pergi meminang Zainab, anak Jafar
Taiyar untuk menjadi isteri anaknya, yaitu Yazid. Zaainab menolak pinangan
Yazid, tetapi menerima pinangan Amir Hasan. Karena itu Yazid pun berdendam
dalam hatinya, hendak membunuh Amir Hasan dan Amir Husain, bila ia naik kerajaan.
Sekali peristiwa, Yazid ingin berkawin dengan isteri Abdullah Zubair yang
sangat baik parasnya. Muawiyah berja menipu Abdullah Zubair menceraikan
isterinya. Isteri Abdullah Zubair tiada mau menjadi isteri Yazid. Sebaiknya,
isteri Abdullah Zubair itu berkawin dengan Amir Husain. Yazid makin berdendam
dalam hatinya, “Jika aku kerajaan, yang Hasan dan Husain itu kubunuh juga, maka
puas hatiku.”
Maka berapa lamanya, Muawiyah pun matilah dan kerajaan pun jatuh ke tangan Yazid. Mulailah Yazid melaksanakan niatnya untuk membunuh Amir Hasan dan Amir Husain. Ia berhasil memujuk seorang hulubalang di Madinah (menurut suatu cerita, salah seorang isteri Hasan sendiri) meracuni Hasan. Setelah Hasan wafat, pikirannya tidak lain daripada membunuh Husain saja. Ia mengirim surat kepada Utbah, seorang hulubalang di Madinah, dan memintanya membunuh Husain dengan menjanjikan harta dan anugerah. Seorang hulubalang yang bernama Umar Saad Malsum juga dikirim untuk membunuh Utbah. Biarpun begitu, Utbah masih tidak berani membunuh Husain. Katanya jika Husain ada di dalam Madinah, mereka tidak dapat mengalahkannya. Karena itu mereka meminta raja Kufah, Ubaidullah Ziyad namanya, supaya menipu Husain ke Kufah. Husain menerima jemputan raja Kufah untuk pergi ke Kufah. Ummi Salamah mengingatkan Husain tentang bahaya yang mengancamnya. Pada malam itu Husain juga bermimpi berjumpa dengan segala nabi dan malaikat. Nabi Muhammad memberitahu bahwa surga sudah berhias menantikan ketibaannya. Sungguhpun begitu, Husain berangkat juga ke Kufah bersama-sama dengan pengikutnya yang tidak banyak itu.
Maka berapa lamanya, Muawiyah pun matilah dan kerajaan pun jatuh ke tangan Yazid. Mulailah Yazid melaksanakan niatnya untuk membunuh Amir Hasan dan Amir Husain. Ia berhasil memujuk seorang hulubalang di Madinah (menurut suatu cerita, salah seorang isteri Hasan sendiri) meracuni Hasan. Setelah Hasan wafat, pikirannya tidak lain daripada membunuh Husain saja. Ia mengirim surat kepada Utbah, seorang hulubalang di Madinah, dan memintanya membunuh Husain dengan menjanjikan harta dan anugerah. Seorang hulubalang yang bernama Umar Saad Malsum juga dikirim untuk membunuh Utbah. Biarpun begitu, Utbah masih tidak berani membunuh Husain. Katanya jika Husain ada di dalam Madinah, mereka tidak dapat mengalahkannya. Karena itu mereka meminta raja Kufah, Ubaidullah Ziyad namanya, supaya menipu Husain ke Kufah. Husain menerima jemputan raja Kufah untuk pergi ke Kufah. Ummi Salamah mengingatkan Husain tentang bahaya yang mengancamnya. Pada malam itu Husain juga bermimpi berjumpa dengan segala nabi dan malaikat. Nabi Muhammad memberitahu bahwa surga sudah berhias menantikan ketibaannya. Sungguhpun begitu, Husain berangkat juga ke Kufah bersama-sama dengan pengikutnya yang tidak banyak itu.
Hatta berapa lamanya sampailah mereka ke suatu tempat.
Unta dan kuda Husain merebahkan dirinya, tiada mau berjalan lagi. Mereka lalu
mendirikan kemah di situ. Adapun segala kayu yang mereka tetak, berdarah balak.
Baharulah mereka ketahui bahwa tempat itu ialah Padang Karbala, tempat kematian
Husain yang diramalkan Nabi Muhammad dahulu. Hatta mereka pun kekurangan air,
karena air sungai sudah ditebat oleh tentera Yazid. Air yang di dalam kendi
kulit juga sudah terbuang, karena digorek tikus. Apa boleh buat. Terpaksalah
mereka menahan dahaga yang sangat. Maka mulai peperangan itu. Pengikut Husain,
satu demi satu syahid. Akhirnya anaknya sendiri, Kasim dan Ali Akbar, juga
mati. Barulah ketika itu Husain teringat meminta bantuan kepada saudaranya,
Muhammad Hanafiah, yang menjadi raja Buniara. Sesudah itu ia pun terjun ke
dalam medan perang. Banyak musuh dibunuhnya. Sekali peristiwa, ia berjaya
menghampiri sungai. Biarpun begitu, ia tidak meminum air itu, karena teringat
kepada sahabat taulannya yang mati syahid disebabkan dahaga itu. Maka Husain
pun lemahlah lalu gugur ke bumi. Betapa pun demikian, tiada seorang pun berani
menghampirinya. Akhirnya Samir Laain yang susunya seperti susu anjing lagi
hitam itulah yang maju ke depan dan memenggal leher Husain. Adapun Husain
syahid itu pada sepuluh hari bulan Muharam, harinya pun hari Jumaat. Tatkala
Husain syahid itu, arasy dan kursi gempar, bulan dan matahari pun redup, tujuh
hari tujuh malam lamanya alam pun kelam kabut.
Setelah Husain syahid, maka segala isi rumah Rasul Allah terampaslah oleh tentera Yazid. Akan tetapi, seorang pun tiada berani menghampiri Ummi Salamah. Seorang lasykar yang merampas anak perempuan Ummi Salamah, dengan kudrat Allah, matanya menjadi buta. Yazid berjanji akan memberi diat kematian Husain, jika Ummi Salamah rela dengan dia. Ummi Salamah menolak. Yazid sangat marah. Apabila Fatimah, anak perempuan Ummi Salamah, meminta air minum, yang diberikannya ialah kepala Husain yang diceraikan dari badannya.
Setelah Husain syahid, maka segala isi rumah Rasul Allah terampaslah oleh tentera Yazid. Akan tetapi, seorang pun tiada berani menghampiri Ummi Salamah. Seorang lasykar yang merampas anak perempuan Ummi Salamah, dengan kudrat Allah, matanya menjadi buta. Yazid berjanji akan memberi diat kematian Husain, jika Ummi Salamah rela dengan dia. Ummi Salamah menolak. Yazid sangat marah. Apabila Fatimah, anak perempuan Ummi Salamah, meminta air minum, yang diberikannya ialah kepala Husain yang diceraikan dari badannya.
Bangsa Indonesia, Kembalilah ke Kit'ahnya!
Mau tidak mau harus diakui bahwa sekarang ini pihak yg
menjadi musuh utama Islam adalah kaum nasrani. aksi utama mereka (kaum nasrani)
adalah aksi misionaris secara diam-diam yg hanya mengandalkan materi semata,
memblow-up kemiskinan yg dialami kaum muslimin. Dan dalam hal ini kaum muslim
sunni masih rentan terhadap ancaman pemurtadan. apalagi wahabi dan JIL,
keduanya sangat eksklusif sehingga tidak menyentuh masyarakat. masyarakat
Indonesia yang miskin tetap saja miskin, dan mereka juga tidak mampu memperkuat
intelektual masyarakat miskin Indonesia sehingga walaupun miskin tetap mampu
tegar menghadapi pengaruh keduniawian yang dihembuskan para misionaris kristen
dan katholik.
Tapi hal ini (ancaman pemurtadan) sulit terjadi pada Islam
mazhab Syiah. kekuatan argumentasi, akal pikiran, filsafat, logika, hikmah
bertujuan kepada hati nurani yg akan menuntun pada kehendak Allah, menjadikan
Islam mazhab Syiah kuat menghadapi segala tantangan hidup di dunia materi,
termasuk kemiskinan.
Oleh karena itu jarang sekali terjadi, atau bahkan hampir
tidak pernah terjadi suatu kasus seorang penganut islam mazhab Syiah menjadi
murtad, keluar dari keyakinannya dan menjadi penganut nasrani. paling-paling
suatu kasus yang terjadi adalah kasus seorang syiah yang berpindah mazhab
menjadi sunni. tapi hal ini tidak mengapa karena ia tetap seoran pengucap syahadat
(tetap seorang muslim).
Maka dari itu jika kaum muslimin bangsa Indonesia dapat
kembali ke kit'ahnya semula yaitu kembali sebagai penganut Islam mazhab syiah,
yaitu keyakinan leluhurnya dulu yang telah berhasil mencerahi dan mengislamkan
pribumi Nusantara, maka dapat dipastikan bahwa keyakinan bangsa penjajah, yaitu
keyakinan nasrani tidak akan mendapat tempat lagi di hati penduduk bumi
nusantara untuk selamanya.
Kita harus kembali menyambut seruan Al-Husein. Hanya
dijalan Al-Husein jihad fisabilillah dalam bentuk apapun akan dapat kita
lakukan.
Oleh karena itu alangkah baiknya jika bangsa Jawa
menyambut seruan al-husein, sebagaimana yang telah dilakukan oleh leluhurnya
dahulu, serta yg telah diamalkan oleh Pangeran Diponegoro dan Kyai Maja. Mereka
adalah orang-orang yang menyambut seruan Al-Husein, cucu baginda Rasulullah.
tak pelak dengan ketaatan mereka menyambut seruan para kesatria Mustafa, yaitu
Ali, Hasan dan Husein, mereka dapat menghinakan para penjajah nasrani yang
kafir dan zalim.
Perjuangan Pangeran Diponegoro dan Kyai Maja adalah
perjuangan bersenjata, kemudain perjuangan mereka diikuti oleh penerusnya Bung
Tomo, Bung Karno, Dr Cipto, HOS Cokro di masa selanjutnya, Kemudian bangsa
Indonesia berhasil bebas mengusir penjajah oleh Sri Sultan HB IX dan Pak Harto.
Tapi apakah perjuangan selesai.
Belum, sekarang tongkat kepemimpinan estafet perjuangan
jatuh ke tangan bangsa Iran. apabila Indonesia berhasil menginspirasi
bangsa-bangsa di dunia untuk merdeka dari penjajahan, maka bangsa Iran berhasil
menginspirasi bangsa-bangsa di dunia bebas dari dua hal yaitu belenggu
konspirasi hegemoni barat dan belenggu boneka jahat. Bentuk kejahatan yang
berupa boneka barat berada di timur tengah. sedangkan untuk situasi di
Indonesia adalah kejahatan konspirasi antara barat dengan orang-orang
non-muslim warga indonesia sendiri yang memusuhi kaum muslimin di Indonesia
secara diam-diam dan bekerjasama dengan korporasi barat untuk menindas
bangsanya sendiri secara ekonomi dan pendidikan.
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yanga mempunyai akar yang
sama dengan bangsa Iran, yaitu sama-sama keturunan Imam Musa Al-Kazhim,
hendaknya dapat mengetahui arah perjuangan global ini, dan merapatkan barisan
dengan bangsa Iran dan bangsa-bangsa di dunia lainnya yang menentang para
boneka jahat dan hegemoni global yang amat menyengsarakan semua umat segala
lapisan di dunia.
Dalam hal ini orang Jawa mempunyai tanggung jawab yang
paling berat, sudah saatnya manusai Jawa kembali lagi ke kit'ahnya, memenuhi
wasiat Kyai Maja. hanya dengan mengikuti ahlulbait nabi, maka orang jawa dapat
kembali lagi kepada fitrah kemuliaannya. apabila orang-orang Jawa menjadi
penganut syiah, maka orang-orang dari suku lainnya juga akan mengikutinya.
Apabila hal ini terjadi maka maka bangsa Indonesia dapat dipastikan akan
mengalami kejayaannya kembali dan menjadi bagian penting dari tentara shahibuz
zaman Al-Mahdi Al Muntazar yg akan membimbing muslimin untuk memuliakan Islam
dan menghinakan musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya, yang mana saat ini tanda-tanda
bahwa kemunculan beliau Al-Mahdi sudah dekat, telah bermunculan.