Rabu, 26 Maret 2014

Syahadat Membangkitkan Amanat



Syahadat Membangkitkan Amanat
Oleh : Dzulfikar Rezky. SH

Setiap kali seseorang di lantik menjadi pejabat(birokrat), tentulah ia di tuntut berjanji untuk menegakkan amanatnya, seperti menjalankan tugas sebagai pelayan rakyat, pengatur kebijakan yang adil untuk umat, tidak akan menerima dan meminta sesuatu dari orang lain yang berhubungan dengan jabatannya, atau tidak melakukan perbuatan tercela yang merugikan masyarakat. Namun sepertinya janji-janji itu hanya numpang lewat saja di ujung bibir para birokrat.
Budaya petunjuk atau sabdo pandito ratu tidak boleh di jadikan sebagai dalil acuan oleh kalangan birokrat, karena birokrat juga manusia yang punya hak berkreasi dan menunjukkan independensinya dalam bernegara. Mereka perlu di beri kesempatan secara demokratis untuk menjadi manusia-manusia bebas yang bisa menjalin hubungan dengan masyarakat secara pluralistik, termasuk memahami dan membedah kondisi riil yang dialami oleh korban bencana.
Budaya petunjuk yang bercorak mendikte dan meregulasi secara repersif terhadap kinerja birokrat merupakan pola penggiringan kearah pemiskinan atau penindasan korban bencana alam. Semestinya birokrat ini bisa menunjukkan kreatifitasnya dalam menangani korban bencana secara langsung dan tepat sasaran, akan tetapi karena masih harus menunggu datangnya petunjuk yang terlalu lama, akhirnya korban bencana ini semakin terpuruk mengenaskan.
Di negeri kaya bencana ini seharusnya tidak punya birokrat yang miskin mentalitas kerja, apalagi sampai suka menjadikan birokrasinya sebagai bencana tersendiri bagi kehidupan masyarakat, karena jika birokratnya demikian, maka yang kita saksikan adalah potret makro kehidupan paradok yang serba tidak manusiawi, tidak berkeadaban, dan marak praktik-praktik kebinatangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar