PUDARNYA RUH KEBANGSAAN

PUDARNYA RUH KEBANGSAAN Oleh : Dzulfikar Rezky,SH Jakarta, 9 Maret 2014 Gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi di kota-kota besar di seluruh Indonesia, gedung-gedung baru semua lini perekonomian, pendidikan dan kesehatan marak menampakkan wajah baru penampilan bangunannya yang megah. Para cendikiawan dan ilmuwan kini sedang berlomba-lomba menunjukkan kemampuannya. Ahli strategi perang, ahli poltik, ahli budaya, ahli tehnologi, ahli ketata negaraan dan semua ahli-ahli ini kini sering di dengungkan oleh beberapa media masa sebagai pakar muthakhir di bidangnya. Namun ada satu sisi yang tidak pernah kita sadari selama ini. Kita terlalu terlena dengan peradaban modern yang kesemuanya datang dari dunia barat. Pemikiran dan pola kehidupan kini seolah-olah mengharuskan manusia untuk tunduk taat pada perintah dan kebudayaan asing. Hal ini tentu membuat sebagian manusia yang tinggal di Indonesia mengernyitkan dahinya. Manusia yang tetap memegang amanah para pendahulu serta menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang telah tertanam kuat di dalam kehidupannya. Demokrasi, Pluralisme, liberalisme, dan isme-isme yang lain kini di dengung-dengungkan di mana-mana. Hingga sampai hari ini, hampir sebagian besar penduduk Indonesia pernah mendengarkan kalimat isme-isme ini. Namun pernahkah kita sadari, bahwa ajaran yang hadir di Indonesia saat ini sejatinya sudah sedari dulu ada dan telah di amalkan oleh warga nusantara. Namun konsep kekinian inilah yang menjadi penyebab utama pudarnya generasi bangsa yang militant dalam menegakkan empat pilar kenegaraan. Pancasila-UUD RI 1945-NKRI-Bhineka Tunggal Ika hanya di jadikan sebagai ilmu pengetahuan saja tanpa di pahami setiap rinci makna-makna yang terkandung di dalamnya. Para pejuang kemerdekaan dan pendiri bangsa mungkin saat ini tengah menangis pilu melihat para penerusnya saling membenturkan cita-cita luhur bangsa dengan konsep ajaran kekinian yang datangnya dari barat. Indonesia sampai detik ini masih belajar dalam berdemokrasi yang sesuai dengan pola demokrasi di negara asalnya sana. Banyak hal yang perlu dirubah. Padahal bangsa ini memiliki ajaran gotong royong yang sejatinya lebih hebat dibandingkan demokrasi. Ruh kebangsaan kita telah memudar, hanya segelintir kecil orang saja yang masih mampu mengejawantahkan nila-nila luhur nusantara hingga detik ini. Namun sayangnya kebanyakan meraka berada di luar garis kekuasaan. Padahal sejatinya ketika kita menginginkan Negara Indonesia ini jaya kembali. Maka orang-oarng seperti inilah yang sudah semestinya berada di tampuk tertinggi puncak kekuasaan untuk dapat merubah pola pikir dan mengembalikan ruh kebangsaan itu kedalam individu masyarakat Indonesia. Selamat jalan ruh bangsaku, aku berdo’a kau akan kembali lagi di sini di indonesiaku.